About Me
- MINE
- Welcome to my blog everyone ♥ I'm a floccinaucinihilipilification But, there's the story began, and being real was me at all
Rabu, 12 Oktober 2016
Selasa, 11 Oktober 2016
HUKUM DAN PRANATA PEMBANGUNAN : TUGAS I - Mengkritisi Fenomena Masalah Pemukiman, Kepadatan, Kekumuhan, Kepemilikan Tanah, Sengketa Tanah, dan Fungsi Lahan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rumah adalah tempat untuk melepaskan lelah, tempat bergaul, dan membina rasa kekeluargaan diantara anggota keluarga, tempat berlindung keluarga dan menyimpan barang berharga, dan rumah juga sebagai status lambing social (Azwar, 1996; Mukono,2000)
Rumah adalah struktur fisik terdiri dari ruangan, halaman dan area sekitarnya yang dipakai sebagai tempat tinggal dan sarana pembinaan keluarga (UU RI No. 4 Tahun 1992).
Indonesia merupakan salah
satu negara berkembang yang berada di Asia Tenggara, dengan luas wilayah yang
besar dan sumber daya yang berlimpah Indonesia dapat dibilang sebagai negara
yang disegani di mata dunia. Sebagai negara yang berkembang tentunya jumlah
penduduk di Indonesia tidaklah sedikit. Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun
2010 jumlah penduduk di Indonesia mencapai 237.641.326 juta jiwa
(bps.go.id:2011). Dan Indonesia meningkati peringkat ke-3 penduduk terbanyak di
dunia. Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat kelahiran di Indonesia sangatlah
tinggi dan tidak terkendali. Jika dibandingkan dengan jumlah kebutuhan lahan
yang ada tentunya akan sangat miris jika angka pertumbuhan penduduk tersebut
semakin bertambah terus menerus.
Hanya saja meningkatnya hal tersebut berdampak negatif bagi tatanan ibukota. Pasalnya, hal tersebut memberi efek semakin banyak kebutuhan manusia akan tempat tinggal yang mengakibatkan berkurangnya RTH dan lahan resapan air (penadah kebutuhan air lingkungan) di Indonesia. Maka dari itu,saya mengangkat fenomena kepadatan pemukiman ini sebagai bahan kritisasi hukum dan pranata pembangunan.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
- Apa yang menjadikan awal penyebab terjadinya kepadatan pemukiman?
- Apa yang menjadi faktor utama terjadinya kepadatan penduduk?
- Apabila ini melanggar UU No. 24 tahun 1992, pada pasal berapa?dan apa alasannya?
- Apakah ada pemecahan masalah agar kepadatan pemukiman tidak semakin mengingkat melainkan berkurang?
C. Tujuan
Dan adapun tujuan dari penelitian ini :
- Mengetahui awal penyebab terjadinya kepadatan pemukiman
- Mengetahui faktor penyebab utama terjadinya kepadatan penduduk
- Mengetahui undang-undang dan pasal berapa yang menyangkut terjadinya kepadatan pemukiman
- Memecahkan permsalahan (problem solving) agar kepadatan pemukiman dapat ditanggulangkan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Awal Penyebab Terjadinya Kepadatan Penduduk
Berawal dari kemajuan sebuah kota dari berbagai aspek yang menyebabkan tersedianya lapangan kerja yang sangat terbuka lebar dan menjanjikan penghasilan yang lebih daripada masyarakat pedesaan, sehingga masyarakat dari desa berbondong-bondong pindah ke kota dengan harapan dapat memperbaiki perekonomian keluarga yang selalu pas-pasan. Orang-orang yang menciptakan arus urbanisasi rupanya tidak berpikir jauh kedepan dimana lapangan kerja yang tersedia di daerah perkotaan selalu didukung oleh alat-alat teknologi sehingga sebagian besar lapangan kerja membutuhkan tenaga ahli yang telah profesional sedangkan orang-orang dari desa ke kota kebanyakan memiliki skill yang berkaitan dengan pertanian dan rendah sehingga muncul banyak penggangguran dan kemiskinan pada daerah perkotaan. Perencanaan tata kota yang telah direncanakan menjadi teralih tata guna lahannya dimana muncul kepadatan penduduk yang menyebabkan lahan menjadi padat karena pertambahan penduduk tidak didukung dengan pertambahan lahan. Akibatnya muncul berbagai macam permukiman yang dibuat seadanya hanya untuk melindungi dari panas dan hujan, permukiman yang tidak beraturan dan kotor yang sebenarnya tidak layak ditinggali bermunculan dimana-mana.
B. Faktor Penyebab Utama Terjadinya Kepadatan Penduduk
Seiring dengan pertambahan penduduk yang secara terus menerus sehingga keadaan fisik kota mengalami urban sprawl (pemekaran kota) dimana dengan pertambahan penduduk, maka masyarakat kota akan bertambah kebutuhannya akan lahan untuk memenuhi kebutuhan perumahan, sarana dan prasaran sosial yang lain. Hal ini yang terkadang menjadikan perencanaan kota menjadi gagal dimana pertambahan penduduk yang terjadi tidak dapat terduga dan diantisipasi oleh para perencana kota. Akibatnya berbagai dampak kesenjangan sosial terjadi dimana ketika pusat kota menjadi sangat padat maka kebutuhan akan udara segar akan semakin dibutuhkan sehingga keadaan ini dimanfaatkan oleh pihak swasta untuk membangun perumahan yang menjanjikan kenyamanan dan udara yang segar bagi masyarakat. Pembangunan perumahan yang sangat mewah pada daerah pinggiran kota secara tidak langsung memisahkan masyarakat pada dua kategori yaitu kaya dan miskin sehingga potensi untuk terciptanya kesenjangan sosial sangat memungkinkan untuk terjadi. Dengan bermunculan perumahan di daerah pinggiran kota yang sangat nyaman dan harga yang cenderung mahal maka penduduk kota yang memiliki perekonomian yang tinggi akan pindah ke daerah pinggiran sedangkan derah pusat kota tetap ditinggali oleh penduduk yang memiliki perekonomian yang rendah sehingga daerah pusat kota terkesan padat, tidak teratur dan kumuh. Mungkin hal ini dapat mengingatkan kita pada teori Konsentris oleh E.W Burgess yang membagi wilayah perkotaan kedalam zona-zona.
Dengan terjadinya urban sprawl yang menyebabkan pembangunan wilayah perkotaan semakin meluas maka lahan pinggiran kota yang semulanya merupakan daerah pertanian untuk swasembada pangan semakin berkurang. Bahan-bahan sayuran yang segar untuk konsumsi masyarakat harus didatangkan dari daerah lain yang membutuhkan waktu perjalanan yang lama sehingga sayuran itu tidak segar lagi. Akibatnya sebagian besar bahan makanan di daerah perkotaan telah mengalami pengawetan yang menggunakan bahan kimia yang dapat berdampak berbagai macam penyakit bagi tubuh manusia. Hal ini mungkin menjadi salah satu faktor yang menyebabkan kebanyakan orang desa memiliki tubuh sehat daripada orang kota.
C. Undang-undang yang Menyinggung tentang Persoalan Kepadatan Pemukiman
PERENCANAAN, PEMANFAATAN,
DAN PENGENDALIAN
Bagian Pertama
Umum
Pasal 7
(1) Penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan meliputi kawasan lindung dan kawasan
budidaya.
(2) Penataan ruang berdasarkan aspek administratif meliputi ruang wilayah Nasional, wilayah
Propinsi Daerah Tingkat I, dan wilayah Kabupaten/ Kotamadya Daerah Tingkat II.
(3) Penataan ruang berdasarkan fungsi kawasan dan aspek kegiatan meliputi kawasan perdesaan,
kawasan perkotaan, dan kawasan tertentu.
WEWENANG DAN PEMBINAAN
Pasal 24
(1) Negara menyelenggarakan penataan ruang untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang
pelaksanaannya dilakukan oleh Pemerintah.
(2) Pelaksanaan penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memberikan wewenang
kepada Pemerintah untuk :
a. mengatur dan menyelenggarakan penataan ruang;
b. mengatur tugas dan kewajiban instansi Pemerintah dalam penataan ruang.
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan dengan tetap
menghormati hak yang dimiliki orang.
Pasal 25
Pemerintah menyelenggarakan pembinaan dengan :
a. mengumumkan dan menyebarluaskan rencana tata ruang kepada masyarakat;
b. menumbuhkan serta mengembangkan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat melalui
penyuluhan, bimbingan, pendidikan, dan pelatihan.
Pasal 26
(1) Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang wilayah
Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II yang ditetapkan berdasarkan Undang-undang ini
dinyatakan batal oleh Kepala Daerah yang bersangkutan.
(2) Apabila izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dibuktikan telah diperoleh dengan itikad
baik, terhadap kerugian yang timbul sebagai akibat pembatalan izin tersebut dapat dimanfaatkan
penggantian yang layak.
Hal tersebut merupakan undang-undang yang menyangkut tentang kepadatan pemukiman yang dapat disimpulkan bahwa,masyarakat harus sadar dan bertanggung jawab dengan tatanan kota yang mereka singgah/ dijadikan tempat tinggal. Dan mereka harus mengerti akan kurangnya RTH dan lahan resapan air bila terus menerus terjadi pembangunan dan pemenuhan kebutuhan akan papann yang besar-besaran.
D. Pemecahan Masalah / Solusi agar Dapat Menanggulangi Kepadatan Pemukiman
Menurut saya, pemukiman kumuh ini harus di berantas karena jika tidak seperti itu pemukiman ini dapat menimbulkan berbagai permasalahan. Walaupun kerap kali masalah pemukiman ini sering di bahas oleh pemerintahan namun sampai saat ini belum mendapatkan solusi yang tepat. Maka dari saya berusaha membantu untuk memecahkan maslah pemukiman ini.
Beberapa cara untuk mengatasi pemukiman kumuh ini :
- Dengan membangun rumah susun
Mungkin dengan adanya rumah susun, masyarakat yang masih tinggal dipemukiman kumuh ini dapat tinggal di rumah susun ini. Walaupun biayanya tidak begitu murah tetapi fasilitas dan kelayakannya dapat di pertimbangkan. Apalagi dengan adanya rumah susun ini dapat menghemat lahan pemukiman. Selain itu apabila terjadi campur tangan pemerinah, mungkin saya rumah susun ini dapat menjadi lebih murah harga sewanya.
Selain itu menurut data yang saya dapatkan, pemerintah mencanangkan anggaran sebesar 220 miliar untuk menyelesaikan masalah pemukiman kumuh ini. Nah mungkin saja dari dana sebesar itu kita dapat membangun rumah susun yang layak bagi masyarat yang tinggal di pemukiman kumuh ini.
3. Program perbaikan kampung
Apabila cara ke 1 dan ke 2 ini gagal. Maka pemerintah bisa memperbaiki struktur atau fasilitas di desa. Sehingga masyarakat ini dapat tertarik untuk kembali ke kampong halamannya. Salah satu caranya bisa saja dengan memperbaikki fasilitas yang ada di desa seperti yang ada di kota. Atau dapat juga membangun lapangan kerja yang banyak di desa atau memberikan program – program bantuan untuk masyarakat desa seperti yang di rencanakan pemerintah pada program transmigrasi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kepadatan pemukiman yang kian semakin meningkat dari waktu ke waktu, mengakibatkan banyak dampak negataif yang terjadi, seperti : kurang RTH, lahan resapan air, penyempitan aliran sungai, dsb. Tentunya hal tersebut tidak saja merugikan pemerintah. Akan tetapi, merugikan masyarakat yang lainnya juga. beberapa faktor yang sebelumnya sudah dibahas mungkin sudah menjawab pertanyaan mengapa kepadatan pemukiman terjadi begitu saja.
Dan dari jawaban untuk pertanyaan yang dijadikan sebagai pokok bahasan diatas adalah :
Pembangunan perumahan yang sangat mewah pada daerah pinggiran kota secara tidak langsung memisahkan masyarakat pada dua kategori yaitu kaya dan miskin sehingga potensi untuk terciptanya kesenjangan sosial sangat memungkinkan untuk terjadi. Dengan bermunculan perumahan di daerah pinggiran kota yang sangat nyaman dan harga yang cenderung mahal maka penduduk kota yang memiliki perekonomian yang tinggi akan pindah ke daerah pinggiran sedangkan derah pusat kota tetap ditinggali oleh penduduk yang memiliki perekonomian yang rendah sehingga daerah pusat kota terkesan padat, tidak teratur dan kumuh. Mungkin hal ini dapat mengingatkan kita pada teori Konsentris oleh E.W Burgess yang membagi wilayah perkotaan kedalam zona-zona .
SUMBER
file:///C:/Users/asus/Downloads/UNDANG%20UNDANG%20REPUBLIK%20INDONESIA%20No%2024%20tAHUN%201992))).pdf
Langganan:
Postingan (Atom)