KONSERVASI ARSITEKTUR
A.
Pengertian Bangunan
Cagar Budaya
Cagar
budaya adalah daerah yang kelestarian hidup masyarakat
dan peri kehidupannya dilindungi oleh undang-undang dari bahaya kepunahan.[1] Menurut
UU no. 11 tahun 2010, cagar budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan
berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs
Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu
dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu
pengetahuan, pendidikan, agama, dan atau kebudayaan melalui proses penetapan.
B.
Klasifikasi
Bangunan Cagar Budaya
STUDI CONTOH BANGUNAN
Bangunan Cagar Budaya Golongan A
1.
Bangunan
dilarang dibongkar dan atau diubah
2.
Apabila
kondisi fisik bangunan buruk, roboh, terbakar atau tidak layak tegak dapat
dilakukan pembongkaran untuk dibangun kembali sama seperti semula sesuai dengan
aslinya.
3.
Pemeliharaan
dan perawatan bangunan harus menggunakan bahan yang sama / sejenis atau
memiliki karakter yang sama, dengan mempertahankan detail ornamen bangunan yang
telah ada
4.
Dalam upaya
revitalisasi dimungkinkan adanya penyesuaian / perubahan fungsi sesuai rencana
kota yang berlaku tanpa mengubah bentuk bangunan aslinya
5.
Di dalam
persil atau lahan bangunan cagar budaya dimungkinkan adanya bangunan tambahan
yang menjadi satu kesatuan yang utuh dengan bangunan utama
Contoh Bangunan:
BENTENG KUTO BESAK
Lokasi : Jalan Sekanak, Kecamatan Ilir Barat I
Kota Palembang, Sumatera selatan
Kuto Besak adalah bangunan keraton yang pada abad
XVIII menjadi pusat Kesultanan Palembang. Gagasan mendirikan Benteng Kuto Besar di prakarsai oleh Sultan
Mahmud Badaruddin I yang memerintah pada tahun 1724-1758 dan pelaksanaan
pembangunannya diselesaikan oleh penerusnya yaitu Sultan Mahmud Bahauddin yang
memerintah pada tahun 1776-1803. Sultan Mahmud Bahauddin ini adalah seorang
tokoh kesultanan Palembang Darussalam yang realistis dan praktis dalam
perdagangan Internasional serta seorang agamawan yang menjadikan Palembang
sebagai pusat sastra agama di Nusantara. Menandai perannya sebagai sultan ia
pindah dari Keraton Kuto Lamo ke Kuto Besak. Belanda menyebut Kuto Besak
sebagai nieuwe keraton alias keraton baru.
Benteng ini mulai dibangun pada tahun 1780 dengn
arsitek yang tidak diketahui dengan pasti dan pelaksanaan pengawasan pekerjaan
dipercayakan pada seorang Tionghoa. Semen perekat bata dipergunakan batu kapur
yang ada di daerah pedalaman Sungai Ogan ditambah dengan putih telur. Waktu
yang dipergunakan untuk membangun Kuto Besak ini kurang lebih 17 tahun.
Ditempati secara resmi pada hari Senin pada tanggal 21 Feburari 1797.
Berbeda dengan letak keraton lama yang berlokasi
di daerah pedalaman, keraton baru berdiri di posisi yang sangat terbuka,
strategis, dan sekaligus sangat indah. Posisinya menghadap ke Sungai Musi.
Sketsa Keadaan Keraton Palembang
Pada masa itu, Kota Palembang
masih dikelilingi oleh anak-anak sungai yang membelah wilayah kota menjadi
pulau-pulau. Kuto Besak pun seolah berdiri di atas pulau karena dibatasi oleh
Sungai Sekanak di bagian barat, Sungai Tengkuruk di bagian timur, dan Sungai
Kapuran di bagian utara.
Benteng Kuto Besak saat ini ditempati oleh Komando Daerah Militer (Kodam) Sriwijaya.
Benteng Kuto Besak Palembang mempunyai ukuran panjang 188,75
meter, lebar 183,75 meter dan tinggi 9,99 meter (30 kaki) serta tebal 1,99
meter (6 kaki). Di setiap sudutnya terdapat bastion(baluarti) bastion yang
terletak disudut barat laut bentuknya berbeda dengan tiga bastion lainnya. Tiga
bastion yang sama tersebut merupakan ciri khas bastion Benteng Kuto Besak, di
sisi timur , selatan dan barat terdapat pintu masuk lainnya disebut lawang
buritan.
Suatu
kebanggaan bagi orang Palembang bahwa Benteng Kuto Besak merupakan satu-satunya
benteng yang berdinding batu dan memenuhi syarat perbentengan / pertahanan yang
dibangun atas biaya sendiri untuk keperluan pertahanan dari serangan musuh
bangsa Eropa dan tidak diberi nama pahlawan Eropa.
Pemandangan malam Benteng Kuto
Besak dan Plasa
N
Pemandangan malam
Benteng Kuto Besak dan Plasa
Plaza Benteng Kuto Besak (BKB)
Pembangunan dan penataan kawasan di sekitar Plaza Benteng Kuto Besak diproyeksikan akan menjadi tempat hiburan terbuka yang menjual pesona Musi dan bangunan- bangunan bersejarah. Jika dilihat dari daerah Seberang Ulu atau Jembatan Ampera, pemandangan yang tampak adalah pelataran luas dengan latar belakang deretan pohon palem di halaman Benteng Kuto Besak, dan menara air di Kantor Wali Kota Palembang.
Plaza benteng Kuto Besak
Di kala malam hari, suasana akan terasa lebih dramatis.
Cahaya dari deretan lampu- lampu taman menciptakan refleksi warna kuning pada
permukaan sungai.
Pemkot Palembang memiliki sejumlah rencana
pengembangan untuk mendukung Plaza Benteng Kuto Besak sebagai obyek wisata.
Bangunan Cagar Budaya Golongan B
1.
Bangunan dilarang dibongkar secara sengaja, dan apabila kondisi fisik
bangunan buruk, roboh, terbakar atau tidak layak tegak dapat dilakukan
pembongkaran untuk dibangun kembali sama seperti semula sesuai dengan aslinya
2.
Pemeliharan dan perawatan bangunan harus dilakukan tanpa mengubah pola
tampak depan, atap, dan warna, serta dengan mempertahankan detail dan ornamen
bangunan yang penting.
3.
Dalam upaya rehabilitasi dan revitalisasi dimungkinkan adanya perubahan
tata ruang dalam asalkan tidak mengubah struktur utama bangunan
4.
Di dalam persil atau lahan bangunan cagar budaya dimungkinkan adanya
bangunan tambahan yang menjadi satu kesatuan yang utuh dengan bangunan utama
Contoh Bangunan:
MUSEUM SULTAN MAHMUD BADARUDDIN II
Lokasi : Jalan Sultan Mahmud badaruddin II No.1,
Kecamatan Ilir Barat I, Kota Palembang.
- Bangunan ini
dibangun di lokasi benteng Kuto Lamo (sering juga disebut Kuto Batu) dimana di
dalamnya terdapat keraton Sultan Mahmud Badaruddin Jayo wikramo atau sultan
Mahmud bAdaruddin I 91724-1758). Keraton ini adalahbangunan keraton Palembang
yang pertama menggunakan material batu.
- Pada tahun 1821,
Keraton Kesultanan Palembang ini dibumi hanguskan oleh Belanda dengan tujuan
untuk menghilangkan kewibawaan Kesultanan Palembang dan membalas dendam atas
dibakarnya Loji Sungai Aur oleh sultan Mahmud bAdaruddin II pada tahun 1811.
- Baru pada tahun
1823-1825 JJ van Seivenhoven (Reguring Commisaris Belanda yang pertama di
Palembang) melakukan pembangunan kembali untuk digunakan sebagai komisariat
pemerintah Hindia belanda untuk Sumatera Bagian Selatan sekaligus sebagai
kantor residen.
- Tahun 1942-1945
gedung ini dikuasai oleh Jepang.
- Tahun 1949 gedung
ini dijadikan Kantor Teritorium II Sriwijaya.
- Tahun 1960-1974
digunakan oleh Resimen Induk VI Sriwijaya.
- Tahun 1088, Tim
Arkeologi Nasional berhasil menemukan pondasi batu dari Kuto Lamo di masa
Sultan Mahmud Badarudin I
- Tahun - saat ini,
bangunan ini menjadi Museum pada lantai atas, dan lantai dasar digunakan
sebagai Kantor Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Kota Palembang.
Pintu Masuk/Gerbang
Museum sultan Mahmud Badaruddin II
Palembang
(sumber : Dokumentasi pribadi)
Bangunan Cagar Budaya Golongan C
1.
Perubahan bangunan dapat dilakukan dengan tetap
mempertahankan pola tampak muka, arsitektur utama dan bentuk atap bangunan
2.
Detail ornamen dan bahan bangunan disesuaikan
dengan arsitektur bangunan disekitarnya dalam keserasian lingkungan
3.
Penambahan Bangunan di dalam perpetakan atau persil
hanya dapat dilakukan di belakang bangunan cagar budaya yang harus sesuai
dengan arsitektur bangunan cagar budaya dalam keserasian lingkungan
4.
Fungsi bangunan dapat diubah sesuai dengan rencana
kota
Contoh Bangunan:
MASJID AGUNG KOTA PALEMBANG
Lokasi : Kecamatan Ilir Barat I, Kota Palembang, Sumatera Selatan.
Masjid Agung (dahulu disebut Masjid
Sultan) dibangun oleh Sultan Mahmud Badaruddin I (Jayo Wikramo). Peletakan batu
pertama pada 1 Jumadil Akhir 1151 h (1738 M) dan diresmikan 28 Jumadil Awal
1161 H (26 Mei 1748).
- Perluasan Pertama (1897) wakaf sayid Umar bin
Muhamad Isa Altoha dan Sayid Ahmad bin She Sahab di Pimpinan Pangeran Penghulu
Nataagama Karta Manggala Mustapa Ibnu Raden Kamluddin
- Perluasan kedua (1930) dan ketiga (1952) dilakukan
oleh yayasan Masjid Agung
- Tahun 1738-1748
Pada awalnya masjid dibangun dalam
bentuk persegi empat dengan ukuran 30x36m. Di empat sisi bangunan terdapat
empat penampil yang berfungsi sebagai pintu masuk , kecuali di bagian barat
yang berfungsi sebagai mihrab. Atapnya berbentuk tumpang tiga tingkat yang
melambangkan filosofi keagamaan, sedangkan atap berundak adalah pengaruh dari
candi.
Pembangunannya melibatkan arsitek
orang eropa dan tenaga teknis lapangan orang-orang Cina. Material bangunan yang
digunakan adalah material kelas satu yang harus diimpor dari eropa. Akibatnya
pembangunan berjalan cukup lama.
- Tahun 1758 : dibuat menara segi enam dengan atap
genteng setinggi 30 meter dan berdiameter 3 meter.
- Tahun 1821 : atap menara diganti menjadi atap sirap
dan menara ditinggali dan dilengkapi beranda lingkar.
- Tahun 1848 : Pemerintah kolonial merencanakan
perluasan Masjid yang diawali dengan perubahan gerbang serambi masuk yang
semula berciri tradisional menjadi berciri doric.
- Tahun 1897, 1930, 1952 : Perluasan Masjid
- Tahun 1970-1971 : Pembangunan Menara baru segi 12,
setinggi 15 meter. Dirancang oleh M.Arsyat Yunus dan dibiayai Pertamina.
Diresmikan 1 Februari 1971.
Tahun 2001-2003 : Dilakukan renovasi masjid dan diresmikan 16 juni 2003
oleh Presiden ri megawati Soekarno Putri. Saat ini, luas Masjid Agung sekitar
5.520m2 dengan daya tampung 7.750 jemaah.
Masjid Agung Palembang
Sumber :
Kamus Besar Bahasa indonesia.Edisi kedua.1991
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Kota Palembang