Analisis dampak lingkungan
Analisis dampak lingkungan (bahasa Inggris:Environmental impact assessment) atau Analisis mengenai dampak lingkungan (di Indonesia, dikenal dengan nama AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan di Indonesia. AMDAL ini dibuat saat perencanaan suatu proyek yang diperkirakan akan memberikan pengaruh terhadap lingkungan hidup di sekitarnya. Yang dimaksud lingkungan hidup di sini adalah aspek abiotik, biotik dan kultural. Dasar hukum AMDAL di Indonesia adalah Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2012 tentang "Izin Lingkungan Hidup" yang merupakan pengganti PP 27 Tahun 1999 tentang Amdal. Amdal telah dilaksanakan sejak 1982 di Indonesia.
Lain halnya dengan definisi dari Kementrian Lingkungan Hidup. AMDAL merupakan instrumen pengelola lingkungan yang terdiri dari Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan (KA-ANDAL), Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL), Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL), dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL)
Fungsi
- Membantu proses pengambilan keputusan tentang kelayakan lingkungan hidup dari rencana usaha dan/atau kegiatan
- Memberi masukan untuk penyusunan disain rinci teknis dari rencana dan/atau kegiatan
- Memberi masukan untuk penyusunan rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup
- Memberi informasi bagi masyarakat atas dampak yang ditimbulkan dari suatu rencana usaha dan atau kegiatan
- Awal dari rekomendasi tentang izin usaha
- Sebagai Scientific Document dan Legal Document
- Izin Kelayakan Lingkungan
Kali ini, saya akan mengangkat permasalahan pembangunan di suatu daerah yang berhubungan dengan AMDAL tersebut.
Cemari Lingkungan, 7 Perusahaan Harus Bayar
Rp 10 Miliar
Ilustrasi polusi udara oleh asap pabrik. (Sumber Environmental Protection Agency/EPA)
Liputan6.com, Bengkulu - Sebanyak 10 perusahaan di Bengkulu diduga telah melakukan pencemaran terhadap lingkungan. Limbah buangan perusahaan yang tidak diurus secara serius itu mengakibatkan para pemilik perusahaan harus membayar denda sesebar Rp 10 miliar.
Kepala Bidang Penegakan Hukum Badan Lingkungan Hidup Provinsi Bengkulu Riza Mardiansyah mengatakan, ketujuh perusahaan itu sudah melalaikan kewajibannya yang berjanji akan mengelola limbah buangan dengan baik saat mengajukan izin Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
"Kita sudah masuk tahap penyidikan dan uji lapangan terhadap limbah buangan yang sangat berbahaya itu. Sanksi denda yang dikenakan berdasarkan jumlah limbah dikalikan satuan metrik kubik dikalikan waktu atau berapa lama pencemaran terjadi. total dari tujuh perusahaan itu mencapai 10 miliar rupiah," kata Riza di Bengkulu, Minggu (28/8/2016).
Ketujuh perusahaan itu adalah perusahaan perkebunan kelapa sawit yang mengelola Tandan Buah Segar (TBS) menjadi minyak mentah (Crude Palm Oil/CPO).
Menurut Riza, temuan tim penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) BLH Provinsi Bengkulu itu sudah dilaporkan kepada pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Bahkan mereka sudah menurunkan tim ahli independen dan segera menggelar persidangan dari beberapa perusahaan yang keberatan dan akan mengajukan bukti pembantah.
"Keputusan sudah diambil pihak kementerian dan mereka wajib melakukan pembayaran kompensasi kerusakan lingkungan itu kepada negara dalam waktu paling lambat tiga bulan hingga akhir September nanti," ujar dia.
Jika pihak perusahaan tidak melakukan pembayaran kompensasi, maka persoalan ini akan bergulir ke ranah hukum pidana. Sebab pelanggaran yang dilakukan sangat mengancam kelestarian lingkungan bahkan mengancam nyawa masyarakat di sekitar lingkungan perusahaan tersebut.
"Ancamannya tentu saja selain operasional perusahaan itu akan dihentikan, juga ada ancaman pidana lain," kata Riza.
sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar