METODE KRITIK NORMATIF
Dalam kritik normatif ini, kritikus mempunyai pemahaman yang diyakini dan kemudian menjadikan norma sebagai tolak ukur, karena kritik normatif merupakan salah satu cara mengkritisi berdasarkan prinsip tertentu yang diyakini menjadi suatu pola atau standar, dengan input dan output berupa penilaian kualitatif maupun kuantitatif.
Hakikat kritik normatif adalah adanya keyakinan (conviction) bahwa di lingkungan dunia manapun, bangunan dan wilayah perkotaan selalu dibangun melalui suatu model, pola, standard atau sandaran sebagai sebuah prinsip.
- Melalui suatu prinsip, keberhasilan kualitas lingkungan buatan dapat dinilai
- Suatu norma tidak saja berupa standard fisik yang dapat dikuantifikasi tetapi juga non fisik yang kualitatif.
- Norma juga berupa sesuatu yang tidak konkrit dan bersifat umum dan hampir tidak ada kaitannya dengan bangunan sebagai sebuah benda konstruksi.
Kritik normatif terbagi dalam 4 metode, yaitu :
- METODA DOKTRIN ( satu norma yang bersifat general, pernyataan prinsip yang tak terukur)
Doktrin sebagai dasar dalam pengambilan keputusan desain arsitektur yang berangkat dari keterpesonaan dalam sejarah arsitektur.
- Sejarah arsitektur dapat meliputi : Nilai estetika, etika, ideologi dan seluruh aspek budaya yang melekat dalam pandangan masyarakat.
- Melalui sejarah, kita mengenal :
Form Follow Function – Function Follow Form
Form Follow Culture – Form Follow World View
Less is More – Less is Bore
Big is beauty – Small is beauty
Buildings should be what they wants to be
Building should express : Structure, Function, Aspiration, Construction Methods, Regional Climate and Material
Ornament is Crime – Ornament makes a sense of place, genius loci or extence of architecture.
- Doktrin bersifat tunggal dalam titik pandangnya dan biasanya mengacu pada satu ‘ISME’ yang dianggap paling baik.
Keuntungan Metode Kritik Doktrinal
Dapat menjadi guideline tunggal sehingga terlepas dari pemahaman yang samar dalam arsitekturDapat memberi arah yang lebih jelas dalam pengambilan keputusan
- Dapat memberikan daya yang kuat dalam menginterpretasi ruang
- Dengan doktrin perancang merasa bergerak dalam nilai moralitas yang benar
- Memberikan kepastian dalam arsitektur yang ambigu
- Memperkaya penafsiran
Kerugian Metode Kritik Doktrinal
- Mendorong segala sesuatunya tampak mudah
• Mengarahkan penilaian menjadi lebih sederhana
• Menganggap kebenaran dalam lingkup yang tunggal
• Meletakkan kebenaran lebih kepada pertimbangan secara individual
• Memandang arsitektur secara partial
• Memungkinkan tumbuhnya pemikiran dengan kebenaran yang “absolut”
• Memperlebar tingkat konflik dalam wacana teoritik arsitektur.
- METODE TIPIKAL
Kritik Tipikal/Kritik Tipical (Typical Criticism) adalah sebuah metode kritik yang termasuk pada kritik Kritik Normatif (Normative Criticism). Kritik Tipikal yaitu metode kritik dengan membandingkan obyek yang dianalisis dengan bangunan sejenis lainnya, dalam hal ini bangunan publik.
- Studi tipe bangunan saat ini telah menjadi pusat perhatian para sejarawan arsitektur. Hal ini dapat dipahami karena desain akan menjadi lebih mudah dengan mendasarkannya pada type yang telah standard, bukan pada innovative originals (keaslian inovasi).
- Studi tipe bangunan lebih didasarkan pada kualitas, utilitas dan ekonomi dalam lingkungan yang telah terstandarisasi dan kesemuanya dapat terangkum dalam satu typologi
- Metode Tipikal, yaitu suatu pendekatan yang mempunyai uraian urutan secara tersusun. Contoh. Bangunan sekolah, tipe yang ada ialah seperti ruang kelas, ruang guru,ruang kepala sekolah, ruang kesenian, lab, perpustakaan, kantin, gudang, toilet.
- METODE TERUKUR
Kesuksesan bangunan dipandang dari segi standardisasi ukurannya secara teknis :
- Stabilitas Struktur
- Daya tahan terhadap beban struktur
- Daya tahan terhadap benturan
- Daya dukung terhadap beban yang melekat terhadap bahan
- Ketepatan instalasi elemen-elemen yang di luar sistem
- Ketahanan Permukaan Secara Fisik
- Ketahanan permukaan
- Daya tahan terhadap gores dan coretan
- Daya serap dan penyempurnaan air
2. Kepuasan Penampilan dan Pemeliharaan
- Kebersihan dan ketahanan terhadap noda
- Timbunan debu
- Bangunan tidak saja bertujuan untuk menghasilkan lingkungan yang dapat berfungsi dengan baik tetapi juga lebih kepada dampak bangunan terhadap individu dan Kognisi mental yang diterima oleh setiap orang terhadap kualitas bentuk fisik bangunan. Behaviour Follow Form
- Lozar (1974), Measurement Techniques Towards a Measurement Technology in Carson, Daniel,(ed) “Man- Environment Interaction-5” Environmental Design Research Association, menganjurkan sistem klasifikasi ragam elemen perilaku dalam tiga kategori yang relevan untuk dapat memandang kritik sebagai respon yang dituju :
Persepsi Visual Lingkungan Fisik
- Menunjuk pada persepsi visual aspek-aspek bentuk bangunan. Bahwa bentuk-bentuk visual tertentu akan berimplikasi pada kategori-kategori penggunaan tertentu.
Sikap umum terhadap aspek lingkungan fisik
- Hal ini mengarah pada persetujuan atau penolakan rasa seseorang terhadap berbagai ragam objek atau situasi.
- Hal ini dapat dipandang sebagai dasar untuk mengevaluasi variasi penerimaan atau penolakan lingkungan lain terhadap keberadaan bangunan yang baru.
Perilaku yang secara jelas dapat diobservasi secara langsung dari perilaku manusia.
- Dalam skala luas definisi ini berdampak pada terbentuknya pola-pola tertentu (pattern) seperti : Pola pergerakan, jalur-jalur sirkulasi, kelompok-kelompok sosial dsb.
- Dalam skala kecil menunjuk pada faktor-faktor manusia terhadap keberadaan furniture, mesin atau penutup permukaan.
- Teknik pengukuran dalam evaluasi perilaku melalui survey instrumen-instrumen tentang sikap, mekanisme simulasi, teknik interview, observasi instrumen, observasi langsung, observasi rangsangan sensor.
- METODE SISTEMIK
- Menggantungkan pada hanya satu prinsip akan mudah diserang sebagai : menyederhanakan (simplistic), tidak mencukupi (inadequate) atau kadaluarsa (out of dated )
- Alternatifnya adalah bahwa ada jalinan prinsip dan faktor yang dapat dibangun sebagai satu system untuk dapat menegaskan rona bangunan dan kota.
Kritik sistematik dikembangkan dari satu analisis :
- Bahwa Problem arsitek adalah membangun sistem dalam kategori-kategori formal yang tidak memungkinkan kita untuk melukiskannya dan membandingkannya dalam struktur yang formal. Ketika kita mengatakan bahwa analisis formal mengandung indikasi elements and relations.
- Elements (bagian bentuk arsitektur ), bermakna bahwa kita harus memperlakukan objek sebagai dimensi kesebandingan.
Melahirkan konsep :
- Mass (massa), Bentuk wujud tiga dimensi yang terpisah dari lingkungan
- Space (ruang), Volume batas-batas permukaan di sekeliling massa
- Surface (permukaan), batas massa dan ruang
- Relations , bahwa kita menterjemahkan saling keterhubungan ini diantara dimensi-dimensi
- Capacity of the structure, kelayakan untuk mendukung tugas bangunan
- Valuable, nilai yang dikandung yang mengantarkan kepada rasa manusia untuk mengalami ruang.
Kritik Arsitektur Deskriptif
Kritik Arsitektur Deskriptif bersifat tidak menilai, tidak menafsirkan, atau semata – mata membantu orang melihat apa yang sesungguhnya ada. Kritik ini berusaha mecirikan fakta – fakta yang menyangkut sesuatu lingkungan tertentu.
- Dibanding metode kritik lain metode kritik deskriptif tampak lebih nyata (faktual) Deskriptif mencatat fakta-fakta pengalaman seseorang terhadap bangunan atau kota.
- Lebih bertujuan pada kenyataan bahwa jika kita tahu apa yang sesungguhnya suatu kejadian dan proses kejadiannya maka kita dapat lebih memahami makna bangunan.
- Lebih dipahami sebagai sebuah landasan untuk memahami bangunan melalui berbagai unsur bentuk yang ditampilkannya.
- Tidak dipandang sebagai bentuk to judge atau to interprete. Tetapi sekadar metode untuk melihat bangunan sebagaimana apa adanya dan apa yang terjadi di dalamnya.
Kritik Arsitektur Deskriptif terdiri dari 3 metode yaitu :
1. Kritik Depiktif / Depictive Criticism (Gambaran bangunan)
Depictive kritik tidak dapat disebut kritik sepenuhnya karena tidak menggunakan pertanyaan baik atau buruk. Kritik ini focus pada bagian bentuk, material, serta teksture. Depictictive kritik pada sebuah bangunan jarang digunakan karena tidak menciptakan sesuatu yang controversial, dan dikarenakan cara membawakan verbal mengenai fenomena fisik jarang provocative atau seductive to menahan keinginan pembaca untuk tetap memperhatikan. Fotografi paling sering digunakan ketika ketelitian dalam penggambaran bahan bangunan diinginkan.
2. Kritik Biografis / Biographical Criticism (Riwayat Hidup)
Kritik yang hanya mencurahkan perhatiannya pada sang artist (penciptanya), khususnya aktifitas yang telah dilakukannya. Memahami dengan logis perkembangan sang artis sangat diperlukan untuk memisahkan perhatian kita terhadap intensitasnya pada karya - karyanya secara spesifik.
3. Kritik Kontekstual Contextual Criticism (Persitiwa)
Untuk memberikan lebih ketelitian untuk lebih mengerti suatu bangunan, diperlukan beragam informasi dekriptif, informasi seperti aspek-aspek tentang sosial, political, dan ekonomi konteks bangunan yang telah didesain. kebanyakan kritikus tidak mengetahui rahasia informasi mengenai faktor yang mempengaruhi proses desain kecuali mereka pribadi terlibat. Dalam kasus lain, ketika kritikus memiliki beberapa akses ke informasi, mereka tidak mampu untuk menerbitkannya karena takut tindakan hukum terhadap mereka. Tetapi informasi yang tidak controversial tentang konteks suatu desain suatu bangunan terkadang tersedia.
Contoh Kritik Arsitektur Deskriptif :
Stadion Maguwoharjo (Maguwoharjo International Stadium) merupakan salah satu stadion yang terletak di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tepatnya di Kabupaten Sleman. Stadion dengan konsep stadion modern telah berdiri di daerah dengan lahan kurang lebih 24,98 Ha.
Stadion Maguwoharjo mulai dibangun pada tahun 2005 dan sempat mengalami pembenahan pada tahun 2007 akibat bencana gempa bumi yang melanda Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang terjadi pada 27 Mei 2006. Stadion ini semoat digunakan sebagai tempat pengungsian pada saat bencana meletusnya Gunung Merapi.
Pembangunan Stadion Maguwoharjo menelan dana kurang lebih sekitar Rp. 100 Milliar, stadion ini juga sering disebut sebagai San Siro nya Indonesia karena bentuk stadionnya yang mirip dengan Stadion San Siro di Italia. Seluruh bangunan stadion ini di cat dengan warna biru.
Fungsi utama dibangunnya Stadion Maguwoharjo adalah sebagai sarana prasarana olahraga. Olahraga yang dapat dilakukan di stadion Maguwoharjo adalah sepakbola dengan menggunakan sektor utama yaitu lapangan rumput, olahraga sepatu roda dengan menggunakan area parkir timur stadion. Olahraga otomotif seperti dragbike dan dragrace dilakukan di area parkir barat.
Bangunan Stadion Maguwoharjo ini 4 sisi tribun dengan kapasitas 40000 ribu, terdiri dari Tribun Kuning dibagian Selatan dengan kapasitas 10000 ribu orang, Tribun Hijau dibagian Utara dengan kapasitas 10000 ribu, Tribun Merah dibagian Timur dengan kapasitas 10000 ribu, dan Tribun Biru dibagian Barat dengan kapasitas 10000 ribu, di Tribun Biru juga terdapat tribun khusus VVIP/VIP.
Pada bagian sayap utara dan sayap selatan stadion terdiri dari 3 lantai, sedangkan pada sayap barat terdiri dari 5 lantai dan pada sayap timur terdiri dari 4 lantai. Di dalam stadion maguwoharjo tepatnya di bawah tribun VIP lantai dua terdapat delapan kamar ukuran besar yang difungsikan sebagai mess para pemain. Bagian sayap timur stadion tepatnya di lantai 1 digunakan sebagai kantor Unit Pelaksana Teknis (UPT) Stadion Maguwoharjo, dan pada bagian sayap barat tepatnya di lantai 1 digunakan sebagai Kantor PT. PSS (Klub yang ber homebase di stadion maguwoharjo).
Seluruh Tribun di Stadion Maguwoharjo menggunakan material Beton dan belum menggunakan system tempat duduk single seat. Pada pintu masuk menuju tribun menggunakan pintu gerbang dengan material Besi begitu juga pagar pembatas antar tribun yang juga menggunakan material Besi. Stadion Maguwoharjo ini menggunakan jenis Rumput Zoysia Matrelia Linmer yang didatangkan langsung dari Italia. Rumput jenis ini memiliki keunggulan diantaranya tidak mudah terlepas, memiliki daun yang tumbuh rapat dan tebal sehingga meminimalisasi cidera pemain saat jatuh, pertumbuhannya sangat cepat dan rumput tersebut bisa di gulung. Seperti halnya stadion - stadion modern lain di Eropa terutama di Inggris stadion ini tidak memiliki lintasan atletik sehingga penonton akan lebih nyaman dalam menyaksikan pertandingan.
Stadion Maguwoharjo dominan dengan warna biru ini mempunyai ciri khas yaitu menara yang terletak di empat penjuru stadion yang difungsikan sebagai jalan untuk memasuki area tribun. Kolom dan Menara tersebut menggunakan material Beton dengan finishing cat warna biru.
Pada bagian lantai koridor tribun menggunakan material Keramik berwarna abu – abu dan putih dengan ukuran 30 cm x 30 cm. Penerangan di dalam stadion ini terletak pada atap Tribun Merah dan Tribun Biru yang menggunakan standar FIFA yaitu 1200 lux.
Sumber :
http://adhityaaap.blogspot.com/2017/10/kritik-arsitektur.html
https://monicaaviandhita.wordpress.com/2017/01/18/tugas-kritik-arsitektur/
https://ismailharly.wordpress.com/2015/11/16/kritik-arsitektur/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar